
There Ain't No Such Thing As A Free Lunch : Memahami Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi dan Aliran Pemikirannya
Harap diperhatikan bahwa artikel ini menyajikan pembahasan yang panjang. Materi yang terkandung di dalamnya merupakan hasil rangkuman, sintesis, dan interpretasi penulis dari berbagai sumber referensi yang tercantum dalam daftar pustaka. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum dan mempermudah pemahaman awal penulis, bukan sebagai kajian penelitian orisinal. Untuk analisis yang lebih detail, pembaca dianjurkan untuk merujuk langsung ke sumber-sumber aslinya.
Bab 1: Pengantar Ilmu Ekonomi
1.1 Definisi Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi didefinisikan sebagai ilmu sosial yang mengkaji bagaimana individu dan masyarakat membuat pilihan di antara berbagai alternatif yang tersedia bagi mereka [1]. Inti dari ilmu ekonomi sendiri merupakan masalah kelangkaan sumber daya. Kelangkaan inilah yang menjadi alasan utama mengapa ilmu ekonomi ada dan menjadi fokus studi utamanya [2]. Tanpa adanya kelangkaan, tidak akan ada kebutuhan untuk mengkhawatirkan bagaimana sumber daya dialokasikan, sehingga ilmu ekonomi tidak akan relevan [2].
Definisi klasik oleh Lionel Robbins menegaskan bahwa "Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan yang diberikan dan sarana langka yang memiliki kegunaan alternatif" [3]. Definisi ini menyoroti bahwa manusia memiliki tujuan atau keinginan yang beragam, tetapi dihadapkan pada keterbatasan sarana (sumber daya) yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, sarana-sarana ini memiliki berbagai kegunaan alternatif artinya setiap pilihan penggunaan sumber daya akan mengorbankan pilihan penggunaan lainnya [3]. Pemahaman ini menunjukkan bahwa disiplin ilmu ekonomi tidak hanya berpusat pada aspek moneter atau pasar semata, melainkan secara fundamental membahas bagaimana manusia mengelola keterbatasan dalam menghadapi keinginan yang tidak terbatas. Fokusnya adalah pada optimalisasi pilihan yang dibuat di bawah kendala sumber daya yang terbatas.
1.2 Ilmu Ekonomi sebagai Ilmu Sosial
Sebagai ilmu sosial, ekonomi melibatkan studi tentang perilaku manusia dan interaksi sosial [1]. Hal ini berarti bahwa meskipun para ekonom berusaha untuk objektivitas dalam analisis mereka, mereka harus mempertimbangkan faktor-faktor manusia yang kompleks yang membentuk keputusan dan hasil ekonomi.
Dalam analisisnya, ilmu ekonomi seringkali membedakan antara analisis positif dan normatif. Analisis positif berfokus pada deskripsi fenomena, fakta, dan konsep sebagaimana adanya, tanpa menyertakan penilaian nilai. Tujuannya adalah untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku ekonomi berdasarkan bukti empiris. Sementara itu, analisis normatif berkaitan dengan bagaimana hal-hal "seharusnya," melibatkan pertimbangan nilai, etika, dan tujuan sosial. Meskipun analisis positif dominan dalam deskripsi dan pemodelan ekonomi, analisis normatif memiliki peran penting dalam perumusan kebijakan ekonomi yang efektif [2]. Adanya kedua jenis analisis ini menunjukkan kompleksitas ekonomi sebagai disiplin ilmu. Ekonomi harus menyeimbangkan antara deskripsi realitas yang objektif dengan upaya untuk membentuk realitas tersebut sesuai dengan tujuan-tujuan sosial. Pendekatan ganda tersebut merupakan karakteristik kunci dari ilmu-ilmu sosial yang membedakannya dari ilmu alam murni yang mungkin tidak secara langsung berurusan dengan nilai-nilai atau tujuan manusia.
Bab 2: Kebutuhan, Keinginan, dan Kelangkaan
2.1 Kebutuhan vs. Keinginan: Definisi dan Contoh
Dalam ekonomi, kebutuhan adalah hal-hal yang mutlak diperlukan manusia untuk bertahan hidup. kebutuhan tersebut mencakup elemen-elemen dasar seperti makanan, air, pakaian, dan tempat tinggal [4], [5], [6]. Tanpa pemenuhan kebutuhan ini, tubuh manusia tidak dapat berfungsi dengan baik dan kelangsungan hidup akan terancam [4]. Kebutuhan ini bersifat universal, berlaku untuk semua manusia tanpa terkecuali, serta relatif konstan sepanjang waktu. Contohnya kebutuhan akan udara, air, dan makanan tidak berubah dari generasi ke generasi [6].
Sebaliknya keinginan adalah hal-hal yang seseorang ingin miliki, tetapi tidak esensial untuk bertahan hidup [4], [5], [6]. Keinginan dapat meningkatkan kualitas hidup dan memberikan kepuasan pribadi yang signifikan, namun ketiadaannya tidak akan berdampak pada kelangsungan hidup dasar [6]. Contoh keinginan meliputi mainan, sepatu mahal, elektronik terbaru, musik, es krim, atau mobil mewah [4], [5], [6]. Berbeda dengan kebutuhan, keinginan sangat bervariasi antar individu dan budaya, serta bersifat dinamis. Keinginan dapat berubah dengan cepat berdasarkan tren, pertumbuhan pribadi, dan kondisi hidup seseorang [6]. Sebagai contoh, makanan dapat menjadi kebutuhan (misalnya, protein, vitamin, mineral untuk bertahan hidup) atau keinginan (misalnya, es krim yang lezat tetapi sebenarnya tidak butuh-butuh banget untuk kebutuhan makan mendasar) [5].
Baik kebutuhan maupun keinginan memerlukan uang untuk membelinya [4]. Hal tersebut penting untuk dapat membedakan keduanya karena seringkali kita keliru dan menghabiskan terlalu banyak uang untuk keinginan, sehingga tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka [4]. Kesalahan dalam membedakan kebutuhan dan keinginan dapat menyebabkan ketidakstabilan finansial dan alokasi sumber daya yang tidak efisien. Pemahaman yang jelas tentang perbedaan ini adalah fondasi bagi pengambilan keputusan ekonomi yang rasional personal yang nantinya memungkinkan seseorang untuk memprioritaskan pengeluaran mana yang terlebih dahulu dikeluarkan dan menghindari utang yang tidak perlu [6], [7].
Tabel 2.1: Perbandingan Kebutuhan dan Keinginan
Aspek Pembeda | Kebutuhan (Needs) | Keinginan (Wants) |
Definisi | Hal yang mutlak diperlukan untuk bertahan hidup dan fungsi dasar [4], [6] | Hal yang diinginkan tetapi tidak esensial untuk bertahan hidup [4], [6] |
Contoh | Makanan, air, pakaian, tempat tinggal [4], [6] | Mainan, sepatu mahal, musik, tas desainer [4], [5], [6] |
Sifat | Universal, berlaku untuk semua manusia [6] | Bervariasi antar individu dan budaya [6] |
Perubahan | Relatif konstan sepanjang waktu [6] | Dinamis, dapat berubah berdasarkan tren dan kondisi hidup [6] |
Dampak tanpa pemenuhan | Mengancam kelangsungan hidup atau fungsi dasar [4] | Tidak mengancam kelangsungan hidup, hanya mengurangi kepuasan/kualitas hidup [6] |
2.2 Konsep Keinginan Tak Terbatas dan Sumber Daya Terbatas
Keinginan tak terbatas merujuk pada hasrat manusia yang melekat untuk memiliki lebih banyak barang dan jasa daripada yang dapat diproduksi. Hasrat ini bersifat sulit terpuaskan atau orang tidak pernah merasa cukup dan selalu ada sesuatu yang lain yang ingin mereka miliki [8], [9]. Keinginan yang terus-menerus ini menjadi pendorong utama konsumsi dan inovasi dalam perekonomian [8]. Sebagai contoh, individu mungkin selalu menginginkan model handphone atau laptop terbaru setiap tahun, meskipun yang mereka miliki saat ini masih berfungsi dengan baik [8]. Keinginan yang tak terbatas ini secara teori akan mendorong aktivitas ekonomi sehingga memicu pencarian terus-menerus untuk produk baru dan peningkatan layanan.
Sumber daya terbatas adalah aset yang jumlahnya terbatas dan tidak mencukupi untuk memenuhi semua keinginan manusia yang tak terbatas [8]. Keterbatasan ini berlaku untuk berbagai kategori sumber daya yaitu sebagai berikut;
- Sumber Daya Alam seperti minyak, air, dan tanah, yang memiliki batasan fisik dalam ketersediaannya [8].
- Sumber Daya Manusia termasuk tenaga kerja, keterampilan, dan keahlian, yang jumlahnya terbatas pada populasi dan tingkat pendidikan yang ada [8].
- Sumber Daya Modal seperti mesin, peralatan, dan teknologi, yang memerlukan investasi untuk diproduksi dan tidak tersedia dalam jumlah tak terbatas [8]. Keterbatasan sumber daya ini membatasi apa yang dapat diproduksi oleh suatu ekonomi [8]. Konsep keinginan tak terbatas menunjukkan bahwa kepuasan total dalam ekonomi adalah tujuan yang tidak mungkin tercapai. Hal ini berarti bahwa inovasi dan efisiensi bukan hanya strategi untuk meningkatkan produksi, tetapi juga respons alami terhadap hasrat manusia yang terus-menerus untuk memiliki lebih banyak. Keinginan yang tidak pernah berakhir ini mendorong penemuan cara-cara baru untuk memanfaatkan sumber daya yang ada secara lebih baik dan menciptakan solusi yang sebelumnya tidak terpikirkan.
2.3 Kelangkaan
Kelangkaan adalah kondisi mendasar dalam ilmu ekonomi di mana masyarakat memiliki sumber daya produktif atau resource yang tidak cukup untuk memenuhi semua keinginan dan kebutuhan manusia [1], [2], [3], [8], [10], [11], [12], [13]. Selain itu kelangkaan juga dapat didefinisikan sebagai masalah ekonomi fundamental yang muncul karena ketidakseimbangan antara sumber daya yang terbatas dan keinginan manusia yang tak terbatas [8], [9], [10], [12]. Kelangkaan memaksa individu, bisnis, dan pemerintah untuk membuat pilihan tentang bagaimana mengalokasikan sumber daya mereka secara efisien [1], [2], [8], [11], [12], [13], [14]. Tanpa kelangkaan, tidak akan ada kebutuhan untuk khawatir tentang bagaimana sumber daya dialokasikan, dan ilmu ekonomi pun tidak akan ada [2].
Penting untuk tidak meluruskan antara kelangkaan dengan kemiskinan. Kelangkaan mengacu pada sifat terbatasnya sumber daya yang tersedia untuk semua, sedangkan kemiskinan adalah kondisi di mana individu tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka [8]. Bahkan masyarakat terkaya pun menghadapi kelangkaan karena keinginan mereka selalu melebihi sumber daya yang ada [12].
Bagi seorang ekonom, segala sesuatu yang diinginkan, diperjuangkan, atau tidak dapat dicapai dengan mudah oleh manusia dianggap langka [3]. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa keinginan manusia pasti akhirnya akan melampaui sumber daya alam yang jelas-jelas terbatas seperti minyak atau emas. Misalnya, air bersih dari keran, yang tampaknya berlimpah, dianggap langka karena melibatkan biaya (tagihan air) atau usaha untuk mendapatkannya [3]. Waktu juga merupakan sumber daya yang sangat langka seperti setiap menit yang dihabiskan untuk satu aktivitas. Berarti satu menit yang tidak dapat dihabiskan untuk aktivitas lain yang diinginkan [3]. Keterbatasan ini berarti bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi berupa pengorbanan suatu hal lain selain tindakan tersebut.
Meskipun teknologi terus berkembang dan dapat meringankan beberapa aspek kelangkaan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya atau menciptakan sumber daya baru sehingga teknologi tidak dapat sepenuhnya menghilangkannya [8], [12]. Hal ini disebabkan oleh sifat keinginan manusia yang tidak terbatas [8]. Oleh karena itu, kelangkaan adalah kondisi permanen dari keberadaan manusia yang terus-menerus mendorong adaptasi dan evolusi sistem ekonomi. Sehingga dapat disimpulkan berarti bahwa masyarakat harus selalu bergulat dengan ketidakseimbangan antara keinginan dan sumber daya yang mengarah pada keputusan alokasi sumber daya dan pertukaran yang berkelanjutan.
2.4 Jenis-jenis Kelangkaan
Kelangkaan dapat dikategorikan berdasarkan penyebab ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan, serta sifat intrinsik sumber daya [10], [11];
- Kelangkaan Akibat Permintaan (Demand-Induced Scarcity). Kelangkaan ini terjadi ketika permintaan melebihi pasokan yang ada, didorong oleh perubahan perilaku konsumen. Ini bisa disebabkan oleh perluasan basis pelanggan, peningkatan pendapatan konsumen, atau pergeseran preferensi. Contoh nyata adalah peningkatan permintaan kendaraan listrik yang diperkirakan akan menciptakan kelangkaan komponen baterai tertentu di masa depan [10].
- Kelangkaan Akibat Pasokan (Supply-Induced Scarcity). Situasi ini muncul ketika tingkat pasokan menurun sementara permintaan tetap konstan. Hal ini seringkali didorong oleh tindakan pemasok atau peristiwa tak terduga. Misalnya, produsen dapat memutuskan untuk menghentikan produksi suatu produk, atau bencana alam seperti kekeringan atau kebakaran dapat secara drastis mengurangi pasokan tanaman atau kayu [10].
- Kelangkaan Struktural (Structural Scarcity). Kelangkaan ini terjadi ketika pasokan dan permintaan tidak selaras untuk beberapa pembeli tetapi tidak untuk semua. Umumnya karena akses yang tidak setara. Hal ini dapat disebabkan oleh tantangan akses, seperti kurangnya kedekatan dengan sumber pasokan atau kesenjangan dalam distribusi. Contoh lainnya adalah tantangan akses finansial, di mana populasi miskin mungkin tidak memiliki akses ke air minum bersih meskipun air tersedia di tempat lain [10].
Selain itu, kelangkaan juga dapat dibedakan berdasarkan sifat pasokan sumber daya;
- Kelangkaan Absolut (Absolute Scarcity). Menggambarkan sumber daya yang pasokannya tetap dan tidak dapat ditingkatkan atau dikurangi, terlepas dari permintaan. Pasokannya secara intrinsik terbatas, dan tidak ada pengganti sejati yang dapat ditemukan. Contoh klasik meliputi waktu, karya seni langka seperti lukisan Mona Lisa, dan tanah [10], [11].
- Kelangkaan Relatif (Relative Scarcity). Kelangkaan ini mengacu pada sumber daya dengan pasokan terbatas tetapi hanya dalam kaitannya dengan permintaan. Kelangkaan ini adalah kategori kelangkaan yang paling sering dibahas dalam konteks bisnis dan ekonomi, di mana sumber daya mungkin ada dalam jumlah besar, tetapi pasokan tidak dapat mengimbangi permintaan yang terus meningkat [10], [11]. Ketiga penyebab kelangkaan yang disebutkan sebelumnya (kelebihan permintaan, pasokan tidak mencukupi, dan akses struktural) pada dasarnya menggambarkan situasi kelangkaan relatif [10].
Memahami jenis-jenis kelangkaan ini memungkinkan analisis yang lebih dalam tentang akar penyebab masalah ekonomi dan perumusan solusi yang lebih tepat. Misalnya, kelangkaan struktural menyoroti masalah keadilan dan distribusi yang melampaui sekadar efisiensi pasar. Sehingga menunjukkan bahwa intervensi kebijakan yang berbeda mungkin diperlukan untuk mengatasi ketidaksetaraan akses terhadap sumber daya.
Bab 3: Pilihan, Tindakan Ekonomi, dan Biaya Peluang
3.1 Kelangkaan Mendorong Pilihan dan Pertukaran
Karena kelangkaan sumber daya dan waktu yang terbatas namun manusia dengan sifat alaminya yang memiliki keinginan yang tak terbatas, setiap individu, bisnis, dan pemerintah dipaksa untuk membuat pilihan [1], [14], [15], [16]. Realitas ini menyatakan bahwa kita tidak bisa memiliki segalanya yang kita inginkan, sehingga kita harus memilih apa yang paling penting atau memberikan nilai terbesar [14].
Setiap pilihan yang dibuat dihadapkan pada pertukaran. Sehingga kita harus mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain [1], [14], [15], [16]. Pertukaran ini terjadi di berbagai tingkatan. Dalam konteks bisnis, ini bisa mencakup keputusan seperti proyek mana yang akan didanai, karyawan mana yang akan dipromosikan, atau pasar mana yang akan dimasuki [15]. Pada tingkat individu, ini bisa berarti memilih antara menabung untuk masa depan atau konsumsi saat ini, atau antara pendidikan tinggi dan langsung memasuki dunia kerja [14].
Kelangkaan dan pertukaran yang diperlukan merupakan aspek penting dari teori ekonomi [15]. Keterbatasan sumber daya ini tidak hanya membatasi pilihan, pun juga mendorong inovasi dan optimalisasi dalam penggunaannya. Ketika dihadapkan pada sumber daya yang terbatas, individu dan organisasi didorong untuk berpikir secara kreatif dan menemukan cara-cara baru untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini seringkali membutuhkan kesediaan untuk mengambil risiko dan mencoba pendekatan baru untuk mencapai tujuan yang ada dalam batasan yang diberikan [15]. Oleh karena itu, pertukaran bukan hanya konsekuensi dari kelangkaan, melainkan juga mekanisme fundamental yang memaksa efisiensi dan mendorong kemajuan ekonomi.
3.2 Tindakan Ekonomi: Keputusan Individu, Perusahaan, dan Pemerintah
Tindakan ekonomi merupakan suatu pengambilan keputusan yang dibuat oleh berbagai agen ekonom. Seperti individu, perusahaan, dan pemerintah dengan kebutuhan dan keinginan mana yang akan dipenuhi, serta jenis barang dan jasa apa yang harus diproduksi dan dibeli [17]. Ilmu ekonomi secara mendalam menguji proses pengambilan keputusan ini dalam konteks pengelolaan sumber daya yang terbatas [18].
- Keputusan Individu. Pengambilan keputusan individu dalam ekonomi berkisar pada pilihan sehari-hari mengenai pengeluaran, manajemen waktu, dan investasi pribadi [18]. Keputusan ini seringkali mencerminkan preferensi pribadi, tingkat pendapatan, dan aspirasi individu. Sebagai contoh, ketika seseorang memilih untuk menabung uang untuk pendidikan di masa depan daripada membelanjakannya untuk hiburan instan, mereka menunjukkan adanya pertukaran, yang merupakan konsep inti dalam pengambilan keputusan ekonomi [18]. Pilihan-pilihan ini, meskipun tampak kecil, secara kolektif membentuk pola konsumsi dan tabungan dalam perekonomian.
- Keputusan Perusahaan. Perusahaan menghadapi keputusan terkait pengembangan produk, adopsi teknologi, dan alokasi sumber daya [18]. Pilihan-pilihan ini terutama didorong oleh faktor-faktor seperti permintaan pasar, struktur biaya produksi, dan tujuan strategis perusahaan, seperti memaksimalkan keuntungan [18]. Skenario umum mungkin melibatkan perusahaan yang memilih untuk mengotomatisasi jalur produksinya, sebuah keputusan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti biaya tenaga kerja, tujuan produktivitas, dan dinamika pasar yang kompetitif [18]. Keputusan ini memengaruhi efisiensi produksi dan daya saing perusahaan.
- Keputusan Pemerintah. Pilihan yang dibuat oleh pemerintah sangat krusial, mencakup area seperti distribusi sumber daya, formulasi kebijakan (perpajakan dan pengeluaran), dan penyediaan layanan publik [18]. Keputusan-keputusan ini sebagian besar dipengaruhi oleh tujuan yang lebih luas seperti stabilitas ekonomi, kesejahteraan publik, dan pertumbuhan yang adil [18]. Contohnya termasuk keputusan kebijakan terkait perpajakan, di mana pemerintah harus menyeimbangkan antara perolehan pendapatan untuk membiayai layanan publik dan keadilan ekonomi bagi warga negara [18].
Proses pengambilan keputusan ekonomi di berbagai tingkat (individu, perusahaan, pemerintah) tidak hanya didorong oleh kelangkaan dan biaya peluang, tetapi juga dibentuk oleh faktor-faktor non-ekonomi seperti nilai budaya dan tujuan sosial [18]. Misalnya, dalam masyarakat yang sangat menghargai kepemilikan rumah, individu cenderung memprioritaskan menabung untuk rumah [18]. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi adalah sistem yang tertanam dalam konteks sosial yang lebih luas, di mana keputusan ekonomi dipengaruhi oleh norma, kepercayaan, dan aspirasi kolektif.
3.3 Tiga Pertanyaan Ekonomi Fundamental
Sebagai konsekuensi langsung dari kelangkaan, setiap sistem ekonomi harus menjawab tiga pertanyaan tentang alokasi sumber daya [1], [12], [17]. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini mendefinisikan karakteristik dari setiap sistem ekonomi, apakah itu pasar, terencana, atau campuran [17].
- Apa yang harus diproduksi? Masyarakat harus memutuskan jenis dan kuantitas barang dan jasa apa yang akan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan serta meningkatkan standar hidup [1], [17]. Pilihan ini melibatkan pertukaran, misalnya, apakah lebih banyak sumber daya dialokasikan untuk pendidikan atau perawatan kesehatan, karena memilih satu berarti mengorbankan yang lain [1].
- Bagaimana cara memproduksi? Pertanyaan ini melibatkan pilihan tentang metode produksi, termasuk kombinasi tenaga kerja dan modal (teknologi) yang akan digunakan untuk membuat setiap barang atau jasa [1], [17]. Contohnya, apakah suatu perusahaan harus mempekerjakan sedikit pekerja terampil dengan upah tinggi atau banyak pekerja tidak terampil dengan upah lebih rendah, atau apakah akan menggunakan bahan baku baru atau daur ulang [1].
- Untuk siapa diproduksi? Pertanyaan ini membahas bagaimana pendapatan, barang, dan jasa yang dihasilkan harus dibagikan atau didistribusikan di antara individu-individu dalam masyarakat, apakah secara merata atau tidak merata [1], [17]. Keputusan tentang siapa yang akan menerima barang atau jasa biasanya berarti barang atau jasa tersebut tidak akan tersedia untuk orang lain [1].
Tiga pertanyaan ini berfungsi sebagai kerangka kerja universal untuk memahami bagaimana setiap masyarakat, terlepas dari ideologi atau sistem ekonominya, berupaya mengatasi masalah kelangkaan. Cara masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini secara fundamental membentuk struktur, efisiensi, dan keadilan sistem ekonominya.
3.4 Biaya Peluang: Definisi dan Contoh
Biaya peluang merupakan konsep yang mengacu pada nilai dari alternatif terbaik berikutnya yang harus dikorbankan ketika suatu pilihan dibuat [1], [14], [16], [19], [20], [21]. Biaya peluang juga dapat diartikan sebagai "biaya" sebenarnya dari suatu keputusan dan bukan hanya harga moneter yang dibayarkan [16], [19]. Karena kelangkaan, setiap kali kita melakukan satu hal kita pasti harus mengorbankan melakukan hal lain yang diinginkan [19]. Oleh karena itu, ada biaya peluang untuk setiap tindakan yang kita lakukan [19]. Frasa There Ain't No Such Thing As A Free Lunch memang benar meringkas konsep ini, menekankan bahwa semua barang dan jasa, bahkan yang tampak gratis bagi konsumen. Nyatanya melibatkan biaya dalam bentuk sumber daya yang dapat digunakan di tempat lain [16], [19].
Contoh Biaya Peluang: Konsep biaya peluang berlaku di berbagai tingkat pengambilan keputusan ekonomi, baik individu, bisnis, maupun pemerintah.
Tabel 3.1: Contoh Biaya Peluang dalam Berbagai Konteks
Konteks Pengambilan Keputusan | Pilihan yang Dibuat | Biaya Peluang Utama (Alternatif Terbaik yang Dikorbankan) |
Individu | Menonton film 3 jam dengan bayar $20 di malam sebelum ujian | Waktu yang bisa digunakan untuk belajar dan $20 yang bisa dibelanjakan untuk keperluan lain [20] |
Individu | Melanjutkan pendidikan tinggi penuh waktu | Pendapatan yang hilang dari pekerjaan yang bisa didapatkan jika langsung bekerja [19], [21] |
Individu | Membeli kopi $4,49 tiga kali seminggu | Potensi pertumbuhan investasi jika uang tersebut ditabung ($7,619 dalam 10 tahun dengan bunga 3% majemuk bulanan) [20] |
Bisnis | Mengeluarkan $50.000 untuk meluncurkan produk baru | Nilai $50.000 tersebut yang tidak dapat diinvestasikan di tempat lain, misalnya untuk pemasaran produk yang sudah ada atau peningkatan peralatan [22] |
Bisnis | Memilih lokasi gudang yang lebih mahal tetapi lebih dekat | Penghematan biaya sewa dari lokasi yang lebih jauh, namun diimbangi oleh penghematan waktu perjalanan dan biaya operasional yang lebih rendah [22] |
Pemerintah | Menginvestasikan dana publik untuk infrastruktur | Proyek kesehatan atau pendidikan yang tidak dapat didanai karena keterbatasan anggaran [14], [21] |
Konsep biaya peluang memaksa pembuat keputusan untuk berpikir jangka panjang. Hal ini mendorong evaluasi manfaat bersih (manfaat dikurangi biaya eksplisit dan implisit) untuk memaksimalkan utilitas atau kepuasan dalam kondisi kelangkaan [20], [21]. Dengan mempertimbangkan apa yang dikorbankan, individu dan organisasi dapat membuat pilihan yang lebih terinformasi dan strategis. Sehingga individu dapat mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien untuk mencapai tujuan yang paling bernilai.
3.5 Biaya Eksplisit dan Implisit dalam Biaya Peluang
Biaya peluang tidak hanya mencakup pengeluaran langsung, tetapi juga manfaat yang hilang dari alternatif yang tidak dipilih. Untuk dapat memahami, biaya peluang dibagi menjadi dua komponen utama [14], [22]:
- Biaya Eksplisit (Explicit Costs). Biaya peluang ini merupakan pengeluaran materi yang nyata, terukur, dan dicatat secara langsung dalam pembukuan akuntansi suatu bisnis [22]. Biaya ini secara langsung memengaruhi arus kas dan profitabilitas perusahaan. Contohnya meliputi sewa gedung, gaji karyawan, pembelian peralatan, biaya utilitas, dan biaya iklan [22]. Biaya eksplisit relatif mudah diidentifikasi dan dihitung karena melibatkan transaksi tunai yang jelas.
- Biaya Implisit (Implicit Costs). Biaya ini adalah biaya tidak langsung, tidak berwujud, dan biasanya tidak memiliki nilai materi tetap yang dicatat untuk tujuan akuntansi [22]. Biaya implisit mewakili hilangnya pendapatan atau manfaat dari penggunaan aset atau sumber daya yang sudah dimiliki dengan satu cara, sehingga mencegah penggunaannya dengan cara lain [22]. Sebagai contoh, jika seseorang menghabiskan waktu dan uang untuk menonton film, biaya peluangnya adalah uang yang dihabiskan ditambah kesenangan yang dikorbankan karena tidak membaca buku, jika membaca buku adalah alternatif terbaik berikutnya [19]. Dalam konteks bisnis, ini bisa berupa hilangnya potensi keuntungan dari investasi alternatif yang tidak dipilih, atau hilangnya produktivitas karena karyawan menghabiskan waktu untuk tugas yang bisa di-outsourcing [22].
Membedakan biaya eksplisit dan implisit adalah kunci untuk menghitung "biaya sebenarnya" (ekonomi) dari suatu keputusan. Seringkali, biaya ekonomi ini jauh lebih besar daripada biaya materi [22]. Pemahaman ini sangat penting untuk dapat mengambil keputusan yang lebih akurat dan strategis, terutama dalam analisis profitabilitas ekonomi dengan akuntansi. Dengan mempertimbangkan kedua jenis biaya ini, pembuat keputusan dapat memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang nilai yang dikorbankan, memungkinkan alokasi sumber daya yang lebih optimal dan memaksimalkan nilai yang diperoleh dari setiap pilihan.
Bab 4: Ekonomi Mikro dan Ekonomi Makro
4.1 Definisi dan Ruang Lingkup Ekonomi Mikro
Ekonomi mikro adalah cabang ilmu ekonomi yang berfokus pada tindakan dan perilaku individu, keluarga (rumah tangga), dan perusahaan dalam membuat keputusan di tengah kelangkaan sumber daya atau batasan lainnya [23], [24]. Ekonomi mikro sering disebut sebagai "gambar kecil" dari ekonomi, karena menganalisis unit-unit ekonomi individual.
Ruang Lingkup ekonomi mikro mempelajari bagaimana penawaran dan permintaan berinteraksi di pasar individu untuk barang dan jasa tertentu [23]. Melalui studi ekonomi mikro, seseorang dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang:
- Mengapa barang-barang tertentu dihargai secara berbeda di pasar [24].
- Bagaimana barang dapat diproduksi dan dipertukarkan secara lebih efisien oleh perusahaan [24].
- Apa yang diperlukan agar individu dapat bekerja sama dan berkolaborasi dalam kegiatan ekonomi [24]. Aktor individu yang terlibat dalam ekonomi mikro biasanya dikategorikan sebagai pembeli, penjual, atau pengusaha [24]. Analisis ekonomi mikro menawarkan wawasan yang berharga untuk membuat keputusan bisnis yang strategis dan merumuskan kebijakan publik di tingkat spesifik, seperti dampak upah minimum atau pajak pada pasar tertentu [23]. Studi ini membentuk fondasi untuk memahami bagaimana mekanisme pasar, seperti harga, penawaran, dan permintaan, bekerja untuk mengalokasikan sumber daya. Ini memberikan wawasan tentang efisiensi dan perilaku rasional di tingkat agen ekonomi individu, yang secara kolektif membentuk ekonomi yang lebih besar.
4.2 Definisi dan Ruang Lingkup Ekonomi Makro
Ekonomi makro adalah cabang ilmu ekonomi yang menekankan seluruh perekonomian, menyelidiki tren luas daripada fokus pada pasar individu [23], [24]. Ini sering disebut sebagai "gambar besar" dari ekonomi, menganalisis fenomena ekonomi pada skala nasional atau bahkan internasional.
Ekonomi makro mempelajari hal-hal seperti tingkat lapangan kerja secara keseluruhan, produk domestik bruto (PDB) sebagai ukuran total output ekonomi, dan tingkat inflasi atau topik-topik yang sering menjadi berita utama dan debat kebijakan pemerintah [23], [24]. Subjek utamanya biasanya adalah suatu negara, yaitu bagaimana semua pasar dan sektor ekonomi berinteraksi untuk menghasilkan fenomena besar yang disebut variabel agregat [23].
Praktik ekonomi makro sangat penting bagi entitas pemerintah, karena mengungkapkan bagaimana keputusan kebijakan besar dapat berdampak tidak hanya dalam waktu dekat tetapi juga dalam jangka panjang [24]. Tujuan utama ekonomi makro adalah mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil melalui formulasi dan implementasi kebijakan yang sehat [24]. Dengan fokus pada agregat ekonomi, ekonomi makro memberikan kerangka kerja bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang bertujuan menstabilkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Ini mengakui bahwa pasar individu tidak selalu mencapai hasil yang optimal secara otomatis, sehingga memerlukan intervensi kebijakan yang lebih luas untuk mengatasi masalah sistemik seperti resesi atau pengangguran massal.
4.3 Perbedaan Utama dan Keterkaitan Ekonomi Mikro dan Makro
Meskipun memiliki fokus yang berbeda, mikro ekonomi dan makro ekonomi adalah dua cabang yang saling melengkapi dan sama-sama penting dalam ilmu ekonomi [24].
Perbedaan Utama dalam Ruang Lingkup:
- Ekonomi mikro berfokus pada perilaku dan keputusan individu, rumah tangga, perusahaan, dan pasar spesifik [24]. Sebaliknya, ekonomi makro mencakup ekonomi secara keseluruhan, baik di tingkat nasional maupun internasional, menganalisis tren dan masalah agregat [24].
- Mikro ekonomi menganalisis perilaku agen ekonomi individu seperti pembeli, penjual, atau pengusaha [24]. Sementara itu, makro ekonomi menggambarkan hubungan antar agregat yang lebih besar, seperti pendapatan nasional, tabungan, tingkat harga umum, dan tingkat pengangguran [23], [24].
- Teori mikro ekonomi cenderung lebih terpadu dan memiliki inti yang sama di antara sebagian besar ekonom, dengan sedikit aliran pemikiran yang bersaing [23]. Sebaliknya, makro ekonomi memiliki aliran pemikiran yang bersaing tentang bagaimana menjelaskan perilaku agregat ekonomi dan bagaimana kebijakan harus dirumuskan [23].
Meskipun memiliki perbedaan signifikan, mikroekonomi dan makroekonomi sama-sama penting dan saling memengaruhi[24].
- Keputusan dan praktik individu yang tampak berskala kecil dalam mikroekonomi pada akhirnya dapat membentuk ekonomi yang lebih luas (makro) [24]. Misalnya, keputusan individu untuk menabung atau membelanjakan uang, ketika diagregasikan, secara kolektif memengaruhi tingkat konsumsi dan investasi nasional. Demikian pula, keputusan perusahaan tentang produksi dan investasi memengaruhi total output ekonomi.
- Sebaliknya, keputusan yang dibuat di tingkat federal (makroekonomi), seperti kebijakan fiskal atau moneter, akan secara langsung memengaruhi konsumen dan bisnis individu (mikro) [24]. Contohnya, perubahan suku bunga oleh bank sentral (kebijakan makro) akan memengaruhi keputusan pinjaman dan investasi individu dan perusahaan (implikasi mikro). Kebijakan pajak pemerintah (makro) memengaruhi pendapatan disposabel rumah tangga dan insentif investasi perusahaan (implikasi mikro).
Pemahaman membutuhkan integrasi kedua perspektif ini karena kebijakan makro memiliki implikasi mikro, dan perilaku mikro agregat membentuk tren makro. Hal ini menunjukkan sifat sistemik ekonomi, di mana fenomena pada satu tingkat secara langsung memengaruhi tingkat lainnya, sehingga memerlukan pendekatan untuk pemahaman yang lengkap dan perumusan kebijakan yang efektif.
Tabel 4.1: Perbandingan Ekonomi Mikro dan Makro
Aspek Pembeda | Mikroekonomi | Makroekonomi |
Fokus Utama | Perilaku individu, rumah tangga, perusahaan, dan pasar spesifik [24] | Ekonomi secara keseluruhan (nasional dan internasional) [24] |
Unit Analisis | Agen ekonomi individu (pembeli, penjual, pengusaha) [24] | Agregat ekonomi (PDB, inflasi, pengangguran, pendapatan nasional) [23], [24] |
Pertanyaan yang Dijawab | Mengapa barang dihargai berbeda, bagaimana produksi dan pertukaran efisien, perilaku konsumen/produsen [24] | Bagaimana ekonomi secara keseluruhan bekerja, pertumbuhan, lapangan kerja, stabilitas harga [23], [24] |
Contoh Topik | Dampak upah minimum, pajak pada pasar individu, struktur pasar [23] | Resesi, kebijakan fiskal, kebijakan moneter, perdagangan internasional [23] |
Sifat Teori | Lebih terpadu dan memiliki inti umum di antara ekonom [23] | Memiliki aliran pemikiran yang bersaing tentang perilaku agregat [23] |
Bab 5: Sejarah Pemikiran Ekonomi
5.1 Ekonomi Klasik: Prinsip, Tokoh Kunci, dan Pengaruhnya
Teori Ekonomi Klasik muncul pada akhir abad ke-18, bertepatan dengan Revolusi Industri di Inggris, sebuah periode perubahan ekonomi dan sosial yang signifikan [25], [26]. Kerangka ekonomi ini menekankan gagasan pasar bebas dan sifat ekonomi yang mengatur diri sendiri [25].
Prinsip-Prinsip Utama:
- Keuntungan Diri dan Kesejahteraan Sosial. Ekonomi Klasik dibangun di atas keyakinan bahwa individu yang bertindak demi kepentingan diri sendiri dapat mengarah pada kemakmuran dan efisiensi ekonomi secara keseluruhan [25]. Konsep "Tangan Tak Terlihat" (Invisible Hand) yang diperkenalkan oleh Adam Smith menjelaskan bahwa ketika individu mengejar kepentingan pribadi mereka di pasar yang kompetitif, mereka secara tidak sengaja berkontribusi pada kesejahteraan ekonomi masyarakat secara keseluruhan [25].
- Intervensi Pemerintah Minimal (Laissez-faire). Teori ini mendukung kebijakan yang memprioritaskan pasar bebas dan intervensi pemerintah yang minimal dalam perekonomian [25]. Diyakini bahwa pasar, jika dibiarkan beroperasi secara bebas, akan secara otomatis mencapai keseimbangan dan alokasi sumber daya yang optimal.
- Pertumbuhan Ekonomi dan Akumulasi Kapital. Analisis pertumbuhan ekonomi adalah fitur sentral karya ekonom klasik [26]. Mereka mengakui bahwa akumulasi dan investasi produktif dari sebagian surplus sosial (terutama keuntungan) adalah kekuatan pendorong utama di balik pertumbuhan ekonomi di bawah kapitalisme [26]. Adam Smith secara khusus menekankan pentingnya pembagian kerja sebagai pendorong efisiensi dan pertumbuhan produktivitas [26].
- Distribusi Surplus Sosial. Ekonom klasik menganalisis distribusi produk sosial berdasarkan kinerja tenaga kerja dan pola kepemilikan alat produksi [26]. Mereka membedakan tiga kategori sosial utama: buruh (yang menerima upah subsisten), tuan tanah (yang menerima sewa dari tanah), dan kapitalis (yang menerima keuntungan dari modal yang diinvestasikan) [26]. Diasumsikan bahwa buruh mengonsumsi sebagian besar upah mereka untuk subsisten, kapitalis menginvestasikan kembali keuntungan mereka untuk akumulasi modal, dan tuan tanah cenderung menghabiskan sewa mereka untuk "hidup mewah" [26].
Tokoh Kunci: Tokoh utama Teori Ekonomi Klasik meliputi Adam Smith, David Ricardo, dan John Stuart Mill [25], [26].
Teori ini meletakkan dasar bagi pemikiran ekonomi modern dan merupakan faktor kunci dalam pengembangan kapitalisme [25]. Konsep-konsep yang diperkenalkan oleh ekonom klasik terus memengaruhi debat kontemporer tentang perdagangan, perpajakan, dan regulasi [25]. Namun, para kritikus berpendapat bahwa teori ini terlalu menyederhanakan masalah sosial yang kompleks dan mengabaikan peran ketidaksetaraan dan kemiskinan dalam masyarakat [25]. Ekonomi Klasik tidak hanya berfungsi sebagai teori ekonomi, tetapi juga sebagai ideologi yang kuat yang melegitimasi kapitalisme industri dengan mempromosikan gagasan bahwa kepentingan individu secara otomatis selaras dengan kesejahteraan sosial melalui mekanisme pasar. Namun, kritik terhadapnya membuka jalan bagi aliran pemikiran ekonomi yang lebih peduli pada keadilan sosial dan peran negara dalam mengatasi kegagalan pasar.
5.2 Marxisme: Gagasan Utama, Kritik terhadap Ekonomi Klasik, dan Konsep Nilai Surplus
Ekonomi Marxis berakar pada karya Karl Marx, terutama berfokus pada peran tenaga kerja dalam pengembangan ekonomi [27], [28]. Teori ini merupakan kritik tajam terhadap pendekatan klasik terhadap upah dan produktivitas, khususnya yang dikembangkan oleh Adam Smith [28].
Kritik terhadap Ekonomi Klasik dan Kapitalisme:
- Marx secara fundamental menolak pandangan klasik bahwa sistem pasar bebas, yang didorong oleh penawaran dan permintaan dengan sedikit atau tanpa kendali pemerintah, secara otomatis menguntungkan masyarakat [28].
- Ia berpendapat bahwa kapitalisme secara konsisten hanya menguntungkan segelintir orang, yaitu kelas penguasa, dengan mengekstraksi nilai dari tenaga kerja murah yang disediakan oleh kelas pekerja [28].
- Marx mengidentifikasi dua kelemahan utama dalam kapitalisme yang diyakininya mengarah pada eksploitasi: sifat pasar bebas yang kacau (ketidakstabilan ekonomi) dan keberadaan tenaga kerja berlebih (pengangguran struktural) [27], [28].
- Menurut Marx, spesialisasi angkatan kerja yang digabungkan dengan populasi yang terus bertambah menekan upah ke bawah, seringkali hingga tingkat subsisten [27], [28]. Ia juga merasa bahwa nilai yang ditempatkan pada barang dan jasa di pasar tidak secara akurat memperhitungkan biaya tenaga kerja yang sebenarnya yang terlibat dalam produksinya [27], [28].
Gagasan Utama dan Konsep Nilai Surplus:
- Nilai Surplus Tenaga Kerja. Dalam karya seminalnya, "Das Kapital" (1867), Marx menguraikan konsep "nilai surplus" tenaga kerja [28]. Ia berpendapat bahwa pekerja menciptakan nilai melalui tenaga kerja mereka, tetapi tidak diberi kompensasi yang memadai sesuai dengan nilai yang mereka hasilkan. Kapitalis dapat memaksa pekerja untuk menghabiskan lebih banyak waktu di tempat kerja daripada yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan subsisten mereka, sehingga menyita produk berlebih atau "nilai surplus" yang diciptakan oleh pekerja [28]. Dalam pandangan Marx, tenaga kerja dianggap sebagai komoditas belaka yang hanya dapat memperoleh upah subsisten dalam sistem kapitalis [28].
- Peran Negara. Berbeda dengan pendekatan klasik yang menganjurkan laissez-faire, Marx mendukung intervensi pemerintah yang kuat. Ia percaya bahwa keputusan ekonomi seharusnya tidak dibuat oleh produsen dan konsumen secara bebas, melainkan harus dikelola secara cermat oleh negara untuk memastikan bahwa semua orang mendapat manfaat dan mencegah eksploitasi [28].
- Prediksi. Marx memprediksi bahwa kapitalisme pada akhirnya akan menghancurkan dirinya sendiri karena semakin banyak orang yang terdegradasi menjadi status pekerja, yang akan memicu revolusi dan pengalihan kepemilikan alat produksi ke negara [28].
Ekonomi Marxis merupakan respons terhadap ketidaksetaraan yang dirasakan dalam kapitalisme Klasik, menggeser fokus dari efisiensi pasar ke distribusi kekuasaan dan kekayaan. Konsep nilai surplus adalah alat analitis yang kuat yang digunakan untuk mengkritik eksploitasi yang melekat dalam sistem kapitalis. Meskipun prediksinya tentang keruntuhan kapitalisme belum sepenuhnya terwujud dalam bentuk yang ia bayangkan, analisisnya tetap relevan dalam diskusi tentang ketidaksetaraan, hak-hak pekerja, dan peran kapital dalam masyarakat.
5.3 Keynesianisme: Konteks, Kontribusi Utama, dan Peran Negara
Teori ekonomi Keynesian dikembangkan oleh John Maynard Keynes, terutama dalam karyanya yang monumental, "The General Theory of Employment, Interest and Money," yang diterbitkan selama puncak Depresi Hebat (1929-1939) [29]. Periode ini ditandai oleh penurunan ekonomi yang parah, penurunan produksi industri yang signifikan (hampir 47% di AS), dan tingkat pengangguran yang sangat tinggi (lebih dari 20% di AS) di negara-negara kapitalis Barat [29]. Krisis ini menunjukkan kegagalan pasar yang parah dan menantang asumsi ekonomi klasik yang dominan.
Keynes secara fundamental menantang pemikiran ekonomi klasik yang dominan, yang didasarkan pada Hukum Say. Hukum Say berasumsi bahwa produksi secara inheren menciptakan jumlah permintaan agregat yang setara, dan bahwa sistem kapitalis akan secara alami mencapai lapangan kerja penuh dan kemakmuran tanpa intervensi pemerintah dalam jangka panjang [29]. Keynes menolak gagasan ini, berpendapat bahwa pasar tidak selalu mengoreksi diri secara otomatis untuk mencapai lapangan kerja penuh.
Kontribusi Utama dan Gagasan:
- Permintaan Agregat sebagai Penentu Utama. Keynes berpendapat bahwa dalam jangka pendek, permintaan agregat (total pengeluaran dalam perekonomian) secara langsung memengaruhi produksi agregat dan tingkat lapangan kerja [29]. Tingkat lapangan kerja (atau pengangguran) bergantung pada permintaan efektif untuk barang dan jasa, bukan hanya pada penawaran tenaga kerja [29].
- Keseimbangan Pengangguran Kurang Penuh (Underemployment Equilibrium). Berbeda dengan pandangan klasik, Keynes menunjukkan bahwa ekonomi dapat berada dalam keseimbangan di mana ada tingkat pengangguran yang signifikan dan persisten, bukan selalu mencapai lapangan kerja penuh secara otomatis [29]. Ini berarti bahwa resesi dan pengangguran dapat bertahan lama jika tidak ada intervensi.
- Kecenderungan untuk Menabung (Propensity to Save). Keynes mengamati bahwa kecenderungan menabung yang meningkat dalam perekonomian industri dapat menyebabkan permintaan yang dihasilkan oleh sektor swasta tidak mencukupi untuk mempertahankan produksi agregat pada tingkat lapangan kerja penuh [29]. Ini menciptakan kesenjangan permintaan yang perlu diisi.
- Peran Aktif Negara. Oleh karena itu, Keynes mengadvokasi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan permintaan agregat [29], [30]. Ia menegaskan bahwa negara memiliki peran yang menentukan dalam mencegah krisis dan pengangguran [30]. Ini melibatkan intervensi dalam distribusi pendapatan dan konsentrasi sumber daya di tangan negara untuk secara aktif memengaruhi perekonomian [30].
- Keynes mengusulkan peningkatan pengeluaran publik, redistribusi kekayaan, dan dukungan untuk konsumsi dan investasi sebagai faktor anticyclical dalam perekonomian [29], [30]. Untuk ini, negara harus meningkatkan pengeluaran modal baru untuk produksi dan pengeluaran untuk tujuan sosial-ekonomi lainnya, menggunakan pajak yang lebih tinggi dan penerbitan uang [30].
Pemikiran Keynesian sangat memengaruhi pemikiran dan kebijakan publik, terutama setelah Perang Dunia II. Pemikiran ini menjadi dasar bagi pengembangan negara kesejahteraan modern di Eropa [29]. Keynesianisme merevolusi pemikiran ekonomi dengan menantang asumsi pasar yang mengatur diri sendiri dari ekonomi Klasik. Sehingga pemikiran memperkenalkan gagasan bahwa kegagalan pasar dapat menyebabkan pengangguran persisten dan bahwa intervensi pemerintah aktif (terutama melalui kebijakan) diperlukan untuk menstabilkan perekonomian. Hal ini menandai pergeseran paradigma menuju peran yang lebih besar bagi negara dalam pengelolaan ekonomi makro, dari pendekatan laissez-faire menjadi manajemen ekonomi yang lebih proaktif.
Daftar Pustaka
[1] Economics: The Study of Choice. Saylor Academy. [Online]. Available: https://saylordotorg.github.io/text_principles-of-economics-v2.0/s04-economics-the-study-of-choice.html. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[2] Lesson summary: Scarcity, choice, and opportunity costs. Khan Academy. [Online]. Available: https://www.khanacademy.org/economics-finance-domain/microeconomics/basic-economic-concepts-gen-micro/economics-introduction/a/lesson-overview-scarcity-choice-and-opportunity-cost. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[3] Scarcity. Econlib. [Online]. Available: https://www.econlib.org/library/Topics/College/scarcity.html. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[4] Needs and wants. Britannica Kids. [Online]. Available: https://kids.britannica.com/kids/article/needs-and-wants/630969. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[5] Basic Wants and Needs. Social Studies for Kids. [Online]. Available: http://socialstudiesforkids.com/articles/economics/wantsandneeds1.htm. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[6] Difference between needs and wants. Risevest. [Online]. Available: https://risevest.com/blog/difference-between-needs-and-wants. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[7] Difference between needs and wants. Risevest. [Online]. Available: https://risevest.com/blog/difference-between-needs-and-wants. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[8] Unlimited wants vs limited resources. Sparkl.me. [Online]. Available: https://www.sparkl.me/learn/collegeboard-ap/microeconomics/unlimited-wants-vs-limited-resources/revision-notes/665. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[9] Concept: unlimited wants. Yadayadayadaecon.com. [Online]. Available: http://yadayadayadaecon.com/concept/unlimited-wants/. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[10] Scarcity. NetSuite. (2023, Feb. 5). [Online]. Available: https://www.netsuite.com/portal/resource/articles/business-strategy/scarcity.shtml. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[11] Scarcity (article) | Basic Economic Concepts. Khan Academy. [Online]. Available: https://www.khanacademy.org/economics-finance-domain/ap-microeconomics/basic-economic-concepts/ap-economics-introduction/a/scarcity-article. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[12] Fundamental Economic Problem of Scarcity (1.1.1) | CIE A-Level Economics Notes. TutorChase. [Online]. Available: https://www.tutorchase.com/notes/cie-a-level/economics/1-1-1-fundamental-economic-problem-of-scarcity. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[13] 4 Economic Concepts Consumers Need to Know. Investopedia. (2025, Apr. 12). [Online]. Available: https://www.investopedia.com/articles/economics/11/five-economic-concepts-need-to-know.asp. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[14] Scarcity, Choice, and Opportunity Cost. Fiveable. [Online]. Available: https://library.fiveable.me/business-economics/unit-2/scarcity-choice-opportunity-cost/study-guide/aH3nQxznSNRiAz9S. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[15] How scarcity forces tradeoffs. Impro.ai. (2023, May 3). [Online]. Available: https://impro.ai/how-scarcity-forces-tradeoffs/. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[16] Lesson 1 decision making: scarcity, opportunity cost, and you. UT Tyler. [Online]. Available: https://www.uttyler.edu/ceefl/files/personal-decision-making-focus-econ.pdf. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[17] Micro: Economic Choices and Consequences Flashcards. Quizlet. [Online]. Available: https://quizlet.com/au/142640779/micro-economic-choices-and-consequences-flash-cards/. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[18] Making Choices at Different Levels (1.1.2) | CIE A-Level Economics Notes. TutorChase. [Online]. Available: https://www.tutorchase.com/notes/cie-a-level/economics/1-1-2-making-choices-at-different-levels. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[19] Opportunity cost. Econlib. [Online]. Available: https://www.econlib.org/library/Topics/College/opportunitycost.html. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[20] A. Caceres-Santamaria. (2020, Jan. 29). Real-life examples of opportunity cost. St. Louis Fed. [Online]. Available: https://www.stlouisfed.org/open-vault/2020/january/real-life-examples-opportunity-cost. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[21] Economics opportunity cost political economy. Number Analytics. (2025, May 24). [Online]. Available: https://www.numberanalytics.com/blog/economics-opportunity-cost-political-economy. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[22] Opportunity cost. NetSuite. (2024, Apr. 1). [Online]. Available: https://www.netsuite.com/portal/resource/articles/accounting/opportunity-cost.shtml. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[23] Micro and Macro: The Economic Divide. IMF. [Online]. Available: https://www.imf.org/en/Publications/fandd/issues/Series/Back-to-Basics/Micro-and-Macro. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[24] Microeconomics vs. macroeconomics: how they differ and why both are essential. Central Michigan University. [Online]. Available: https://www.cmich.edu/blog/all-things-higher-ed/how-microeconomics-and-macroeconomics-differ. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[25] Classical Economic Theory - (AP European History) - Vocab, Definition, Explanations. Fiveable. [Online]. Available: https://library.fiveable.me/key-terms/ap-euro/classical-economic-theory. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[26] D. J. Harris, The Classical Theory of Economic Growth. Stanford University. [Online]. Available: https://web.stanford.edu/~dharris/papers/The%20Classical%20Theory%20of%20Economic%20Growth%20%5Bpre-print%5D.pdf. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[27] Marxian Economics: An Overview. Investopedia. (2024, Jun. 5). [Online]. Available: https://www.investopedia.com/terms/m/marxian-economics.asp. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[28] Marxian Economics: An Overview. Investopedia. (2024, Jun. 5). [Online]. Available: https://www.investopedia.com/terms/m/marxian-economics.asp. [Diakses: 16 Jun. 2025].
[29] E. G. Anikanova, S. M. Ponomareva, and O. E. Shulyak, "Revisiting Keynes in the Light of the Transition to Circular Economy," Sustainability, vol. 13, no. 7, pp. 4026, Apr. 2021.
[30] G. M. Arslanov, ANALYSIS OF J. KEYNES'S CONTRIBUTION IN THE DEVELOPMENT OF ECONOMIC THEORY. ResearchGate. [Online]. Available: https://www.researchgate.net/publication/352434587_ANALYSIS_OF_J_KEYNES%27S_CONTRIBUTION_IN_THE_DEVELOPMENT_OF_ECONOMIC_THEORY. [Diakses: 16 Jun. 2025].