Wildy Zhalifunnas   •  

Persiapan dan Pembahasan Data Eksisting Audit Energi menggunakan Metode PSO : Optimalisasi Energi Penerangan Rumah Berdasarkan Perilaku Kolektif Burung saat Mencari Makanan


Setelah mempelajari bagaimana algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) bekerja secara teknis dalam menemukan solusi efisiensi energi pencahayaan, kini saatnya kita mundur sejenak ke tahap yang tak kalah penting yaitu pengambilan data awal. Ibarat menyusun strategi perjalanan, kita tentu harus tahu dulu peta dan kondisi medan sebelum memilih rute tercepat dan paling hemat bahan bakar. Begitu pula dalam audit energi penerangan, tanpa data dasar yang akurat seperti luas bangunan, spesifikasi lampu, dan standar kebutuhan pencahayaan tiap ruangan, algoritma secerdas apa pun tak akan mampu menghasilkan solusi optimal ketika data tersebut tidak lengkap atau kurang akurat.

Pada artikel ini, kita akan masuk ke fase paling mendasar dari proses audit yaitu tentang bagaimana data pencahayaan dihimpun, dihitung, dan disiapkan sebagai fondasi bagi optimasi dengan PSO. Akan dijelaskan pula data faktual yang menjadi bahan baku audit energi penerangan, khususnya data luas bangunan, layout ruangan, dan pendekatan yang digunakan untuk memperkirakan kebutuhan pencahayaan. Namun sebelum itu, penting untuk memahami batas-batas metodologis serta ruang lingkup audit agar hasil yang diperoleh tidak disalahartikan atau dianggap seragam untuk semua kondisi.

A. Keterbatasan

Dalam penelitian ini tingkat pencahayaan setiap ruangan tidak diukur secara langsung menggunakan alat ukur seperti lux meter, melainkan dihitung berdasarkan spesifikasi lumen dari lampu yang digunakan dan standar kebutuhan pencahayaan per meter persegi. Pendekatan ini dipilih untuk menyederhanakan proses pengumpulan data di lapangan, terutama dalam kondisi terbatasnya akses terhadap alat ukur pencahayaan.

Misalnya, sebuah ruang tidur berukuran 3 × 3 meter (9 m²) yang menggunakan lampu Philips 20W dengan output sebesar 1600 lumen akan dihitung terhadap standar pencahayaan 100 lux (100 Lm/m²). Dengan demikian, kebutuhan total lumen ruangan adalah:

9 m² * 100 Lm/m² = 900 lumen

Karena lampu yang digunakan menghasilkan 1600 lumen, nilai ini melebihi kebutuhan standar. Oleh karena itu, penggunaan lampu dengan daya lebih kecil, misalnya 12W dengan output lumen lebih rendah, bisa menjadi pilihan yang lebih efisien.

Namun pendekatan ini tentunya memiliki kekurangan. Tingkat pencahayaan yang dihitung belum mempertimbangkan reflektansi dinding, warna cat, keberadaan perabot, dan penurunan output cahaya seiring usia lampu. Selain itu, lumen yang tertera pada produk lampu umumnya adalah nilai maksimum dalam kondisi ideal. Karena itulah, pengukuran langsung menggunakan lux meter tetap dibutuhkan apabila ingin memperoleh validasi tingkat pencahayaan yang akurat.

B. Ruang Lingkup Audit

Audit energi dalam penelitian ini berfokus pada optimalisasi sistem pencahayaan dalam satu unit rumah tinggal. Cakupan audit mencakup:

  • Identifikasi luas dan fungsi setiap ruangan
  • Pengumpulan spesifikasi teknis lampu yang digunakan
  • Penghitungan kebutuhan pencahayaan berdasarkan standar SNI 03-6197-2000 dan Permen ESDM No. 3 Tahun 2025
  • Evaluasi efisiensi penggunaan energi pencahayaan
  • Rekomendasi penghematan energi melalui konfigurasi ulang lampu (jumlah dan daya)

Seluruh data yang terkumpul akan menjadi input bagi algoritma PSO, yang bertugas mencari kombinasi lampu optimal yang mampu memenuhi standar pencahayaan namun dengan konsumsi energi minimum.

C. Standar yang Digunakan

1. SNI

Standar intensitas pencahayaan dalam penelitian ini mengacu pada SNI 03-6197-2000 yang memberikan panduan kebutuhan lux untuk berbagai jenis ruangan. Sebagai contoh:

Jenis RuanganStandar Lux
Ruang Tidur50–150 lux
Ruang Tamu120–250 lux
Dapur250–500 lux
Kamar Mandi150–250 lux
Teras60–150 lux

Standar ini menjadi acuan utama dalam menentukan berapa banyak lumen yang dibutuhkan per ruangan, yang kemudian dibandingkan dengan output total dari lampu-lampu yang terpasang saat ini.

2. PERMEN ESDM

Di Indonesia, Intensitas Konsumsi Energi (IKE) atau Energy Consumption Intensity (ECI) merupakan indikator efisiensi penggunaan energi suatu bangunan. IKE dihitung dalam satuan kWh/m²/tahun dan digunakan sebagai standar nasional untuk menilai upaya konservasi energi, baik di sektor publik maupun swasta. Ketentuan ini tertuang dalam Permen ESDM No. 3 Tahun 2025, yang juga menetapkan batasan klasifikasi IKE berdasarkan luas bangunan. Tujuannya adalah memberikan pedoman penilaian kinerja energi sekaligus mendorong efisiensi penggunaan energi.

Tabel Klasifikasi IKE berdasarkan Luas Bangunan

KategoriLuas Bangunan ≤ 5000 m² (kWh/m²/tahun)Luas Bangunan > 5000 m² (kWh/m²/tahun)
Sangat EfisienIKE < 70IKE < 99
Efisien70 ≤ IKE < 9999 ≤ IKE < 135
Cukup Efisien99 ≤ IKE ≤ 135135 ≤ IKE ≤ 173
BorosIKE > 135IKE > 173

D. Data Historis

Setelah menjelaskan ruang lingkup dan keterbatasan metodologi, kini saatnya kita beralih ke data teknis bangunan yang diaudit. Unit rumah tinggal yang menjadi objek audit terdiri dari beberapa bagian utama, yakni rumah bagian depan, rumah bagian belakang, dan area teras. Masing-masing bagian memiliki fungsi ruangan yang berbeda dan luas yang bervariasi, yang tentu saja berdampak pada kebutuhan pencahayaannya.

1. Penggunaan KWH Meter

Sebagai bagian dari audit energi rumah tangga, analisis dilakukan terhadap data historis konsumsi energi listrik selama empat bulan terakhir, dari Januari hingga April 2025. Data ini diambil berdasarkan tagihan listrik resmi yang mencakup informasi jumlah energi yang dikonsumsi dalam satuan kilowatt-hour (kWh) serta jumlah biaya yang harus dibayarkan setiap bulannya. Informasi ini sangat penting untuk mengevaluasi tren konsumsi energi dan menghitung Intensitas Konsumsi Energi (IKE) sebagai indikator efisiensi energi bangunan. Berikut adalah rincian data yang diperoleh:

Bulan TagihanRupiah (Rp)Energi (kWh)
Januari 2025Rp 307.374197,0
Februari 2025Rp 152.127195,0
Maret 2025Rp 138.084177,0
April 2025Rp 304.254195,0

2. Tabel Spesifikasi Lampu dan Penggunaan Energi setiap Ruangan

Tabel ini menampilkan estimasi penggunaan energi listrik harian dan bulanan berdasarkan durasi penggunaan lampu di setiap ruangan. Dihitung dalam satuan kWh, data ini dapat digunakan untuk mengetahui konsumsi energi dan biaya listrik per bulan secara lebih rinci.

RuanganWatt (W)Jam/HarikWh/DaykWh/Month
Teras 110120,123,6
Teras 210120,123,6
Kebun10120,123,6
Ruangan Jemur10120,123,6
Ruang Tamu2530,0752,25
Garasi1020,020,6
Ruang Tidur 120120,247,2
Ruang Tidur 22050,13
Ruang Tidur 320120,247,2
Ruang Tidur 42050,13
Ruang Tidur 52020,041,2
Ruang Tidur 62020,041,2
Ruang Keluarga 13560,216,3
Ruang Keluarga 25560,339,9
Ruang Kerja3550,1755,25
Ruang Dapur + Cuci35120,4212,6
Musholla3530,1053,15
Kamar Mandi 110120,123,6
Kamar Mandi 210120,123,6
Gudang1010,010,3
Total Energi (kWh)2,82584,75
Biaya Bulanan (Rp)112.294

3. Tabel Perhitungan Tingkat Pencahayaan (Lux) setiap Ruangan

Tabel berikut menyajikan hasil perhitungan tingkat pencahayaan (lux) berdasarkan nilai lumen dan luas area masing-masing ruangan. Nilai lux ini digunakan untuk menilai apakah pencahayaan di setiap ruangan telah sesuai dengan standar kenyamanan visual.

RuanganLumen (lm)Luas (m²)Lux
Teras 110204,39232,35
Teras 210207,24140,88
Kebun10208,91114,48
Ruangan Jemur10205,55183,78
Ruang Tamu270010,24263,67
Garasi10208,42121,14
Ruang Tidur 123909,55250,26
Ruang Tidur 2239011,22213,01
Ruang Tidur 323907,87303,68
Ruang Tidur 423906,7356,72
Ruang Tidur 523907,87303,68
Ruang Tidur 623907,47319,95
Ruang Keluarga 1210015,62134,44
Ruang Keluarga 2328027,83117,86
Ruang Kerja21007,87266,84
Ruang Dapur + Cuci21009,62218,30
Musholla21003,17662,46
Kamar Mandi 110203,18320,75
Kamar Mandi 210204,35234,48
Gudang10203,94258,88

Berdasarkan tabel perhitungan lux diatas terhadap standar pencahayaan yang diacu, hanya beberapa ruangan menunjukkan kesesuaian dengan rentang lux yang direkomendasikan, sementara yang lain masih belum sesuai. Contohnya yaitu ruang tamu memiliki pencahayaan sebesar 263,67 lux yang masih berada dalam kisaran standar 120–150 lux, tetapi sedikit lebih terang dari batas atas. Ruang kerja memiliki 266,83 lux, sedikit melebihi standar 120–250 lux, yang tetap dalam batas wajar untuk aktivitas kerja yang membutuhkan pencahayaan lebih baik. Sementara itu, kamar mandi dengan 320,75 lux juga sedikit di atas rekomendasi 250 lux, yang mungkin bisa disesuaikan untuk menghindari pencahayaan berlebih. 

Beberapa ruangan dalam perhitungan pencahayaan menunjukkan penggunaan lampu dengan daya yang berlebihan, yang mengakibatkan tingkat pencahayaan jauh di atas standar yang direkomendasikan. Contohnya, musholla memiliki pencahayaan sebesar 662,46 lux, lebih dari dua kali lipat standar pencahayaan untuk ruang kerja atau ruang makan yang hanya berkisar 120–250 lux. Hal serupa terjadi di beberapa kamar tidur, seperti Ruang Tidur 4 dengan pencahayaan 356,71 lux dan Ruang Tidur 3 dengan 303,68 lux, yang keduanya jauh melampaui batas atas standar 250 lux. Ini menandakan bahwa daya lampu yang digunakan lebih tinggi dari yang diperlukan, sehingga konsumsi energi juga lebih besar dari yang seharusnya.

Untuk menghemat energi, penggunaan lampu dengan daya lebih rendah bisa menjadi solusi efektif tanpa mengorbankan kenyamanan pencahayaan. Misalnya, di musholla, penggunaan lampu dengan daya lebih kecil atau mengurangi jumlah lampu dapat menurunkan pencahayaan hingga mendekati standar 250 lux. Begitu pula di kamar tidur yang memiliki pencahayaan berlebihan, mengganti lampu dengan watt yang lebih kecil bisa membantu mengurangi konsumsi listrik tanpa mengurangi fungsi pencahayaan secara signifikan.

Berdasarkan hasil pengukuran konsumsi energi listrik selama satu bulan, total pemakaian energi pada rumah tersebut tercatat sebesar 195 kWh. Dengan total luas bangunan sebesar 180,09 m², maka nilai Intensitas Konsumsi Energi (IKE) dapat dihitung menggunakan rumus perbandingan antara konsumsi energi terhadap luas bangunan. Dari perhitungan tersebut, diperoleh nilai IKE sebesar 1,08 kWh/m²/bulan atau setara dengan 12,96 kWh/m²/tahun. Nilai ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi rumah tergolong sangat efisien, jika mengacu pada standar klasifikasi IKE yang ditetapkan dalam Permen ESDM No. 3 Tahun 2025, yang menetapkan batas bawah klasifikasi “Sangat Efisien” untuk bangunan dengan luas di bawah 5000 m² adalah di bawah 70 kWh/m²/tahun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan energi listrik di rumah tersebut sudah cukup hemat dan efisien.

4. Penggunaan Alat Elektronik Lainnya

Berdasarkan data yang tersedia, konsumsi energi untuk pencahayaan rumah dihitung dengan mempertimbangkan jumlah lampu, daya (Watt), serta lama penggunaan lampu per hari di masing-masing ruangan. Total konsumsi listrik untuk pencahayaan dihitung sebesar 2,825 kWh per hari atau sekitar 84,75 kWh per bulan. Dengan tarif listrik Rp 1.352 per kWh untuk daya 900 VA, maka estimasi biaya listrik yang digunakan hanya untuk pencahayaan adalah sekitar Rp 112.294 per bulan. Namun, dalam kenyataannya, konsumsi listrik rumah tangga tidak hanya berasal dari pencahayaan saja, melainkan juga dari penggunaan peralatan elektronik lainnya seperti mesin cuci, televisi, pompa air, kulkas, dan pengisian daya perangkat elektronik yang lebih detailnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Elektronik LainDayaPenggunaan (h)kWh/harikWh/bulan
Mesin Cuci25020,515
TV LED 20Inch2040,082,4
TV LED 42 Inch800,50,041,2
Pompa Air25030,7522,5
Kulkas 80241,9257,6
charger hp laptop 12030,3610,8
Total kWh/bulan109,5

Jika mempertimbangkan peralatan elektronik lain, total konsumsi listrik tambahan dari perangkat tersebut adalah sekitar 109,5 kWh per bulan. Dengan demikian, total konsumsi listrik rumah tangga secara keseluruhan menjadi sekitar 194,25 kWh per bulan, yang lebih mendekati angka pemakaian listrik pada tagihan PLN. Hal ini menjelaskan mengapa perhitungan berdasarkan pencahayaan saja tidak sepenuhnya mencerminkan pemakaian listrik rumah tangga secara keseluruhan, karena terdapat beban tambahan dari berbagai perangkat lain yang beroperasi dalam rumah. Variasi dalam pola penggunaan peralatan elektronik juga dapat menyebabkan fluktuasi tagihan listrik dari bulan ke bulan.


Artikel ini membahas bagaimana tahap awal audit energi pencahayaan menjadi dasar penting sebelum algoritma PSO dapat bekerja secara optimal. Pengumpulan data seperti luas bangunan, fungsi tiap ruangan, spesifikasi lampu, serta kebutuhan pencahayaan berdasarkan standar SNI dan Permen ESDM menjadi fondasi utama. Perhitungan pencahayaan dilakukan tanpa alat ukur langsung, melainkan berdasarkan nilai lumen dari spesifikasi lampu dan standar lux per meter persegi. Pendekatan ini dipilih karena keterbatasan alat, meski tetap menyisakan ruang ketidakakuratan, misalnya karena pantulan cahaya atau usia lampu yang tidak diperhitungkan secara presisi.

Audit ini difokuskan pada satu rumah tinggal, dengan data yang meliputi layout ruangan, spesifikasi lampu, durasi pemakaian harian, serta konsumsi energi bulanan berdasarkan tagihan listrik. Estimasi tingkat pencahayaan dihitung dan dibandingkan dengan standar kenyamanan visual, menghasilkan gambaran mana saja ruangan yang pencahayaannya berlebih atau kurang. Semua data ini digunakan sebagai input bagi PSO untuk mencari kombinasi lampu yang mampu mencukupi kebutuhan cahaya dengan konsumsi daya paling hemat. Pada artikel selanjutnya, akan dibahas mengenai pembuatan kode Python untuk optimalisasi energi penerangan menggunakan algoritma PSO.