Your Head as My Favourite Bookstore
Udara pagi terasa jernih.
Aku hanya mengamati kelopak mawar Caroline yang baru mekar sempurna, warnanya putih tulang lembut di tepi pagar. Aku memangkas dahan mawar yang kering. Gunting di tanganku terdiam mengarah ke langit yang kelam.
Sudah empat hari berselang.
Empat hari sejak tawa kita pecah. Empat hari sejak aroma bakmi yang merebah. Namun, empat hari ini terasa sangat ingin melepas gundah.
Bukan jurang yang dalam, bukan pula hampa yang kelam. Lebih tepatnya terasa seperti...
Jeda.
Seperti embun yang menunggu matahari terbit untuk menguapkannya.
Ponselku tergeletak di meja teras. Aku tidak lagi merasa perlu memeriksanya. Obrolan terakhir masih di sana, tiga hari lalu.
"YEAYYY AK SUDAH SELAMAT SAMPAI RUMAHHH" tulisnya, dengan emoji tangan yang sedang melambai itu.
Seperti saat membuat bolu pisang. Wadahnya tidak boleh diganggu dan terbuka. Saat wadahnya terbuka, bakteri akan masuk dan mengganggu fermentasinya. Tak ada yang bisa kulakukan selain memberinya waktu dan kehangatan. Mendesaknya hanya akan membuat bolu itu tidak berongga sempurna.
Aku tersenyum, duduk dan meletakkan gunting pangkasku. Sembari beristirahat, tiba-tiba terlintas suatu lagu dari eleventwelfth, your head as my favourite bookstore.
Sometimes I would sit at the balcony
Pairing all the vivid lights to bear away all those memories
The one that got me stuck on hold
While I'm addressing your head as my favourite bookstore
Sepertinya aku rindu saat kamu bercerita.
Dan aku masih menganggap alur pikiranmu sebagai toko buku favoritku. Tempat di mana hidupnya ribuan cerita kesukaanku…... Selalu ada bab baru yang tak pernah jemu kusentuh. Seperti contohnya; bagaimana cara menyeduh teh bunga telang agar keluar rasa manisnya, atau sekedar bagaimana cara ibu kucing mengajari anaknya berbicara….
Aku akan tetap di sini. Menikmati hariku, merawat mawar-mawarku. Gerbang terasku akan tetap terbuka. Selama kepalamu seperti toko buku yang paling kutunggu, maka telingaku adalah rumah yang selalu terbuka untukmu.
